DETAK
` Aku masih ingat semuanya,tatapanya,kebaikanya,senyumnya,usapan jerih
payahnya,aluran hidup yang terukir lewat tetesan keringat bercampur
debu,bahkan tangannya bergaris kasar,bila kau tanya aku masih ingat itu.
Aku masih ingat,masih ingat dan satu kali lagi masih ingat.
Manusia tak dapat menjadi makhluk yang sempurna,gading tak akan pernah
ada yang tak kan retak. Pribahasa singkat dan bermakna walaupun
sebagaimana kuambil tindakan yang semestinya tak akan pernah
kulakukan.Aku tak bisa berbuat apa apa lagi Tuhan,aku menjerit.Tubuh
lunggai itu yang telah terkapar tanpa nyawa.
“Ayah,bangunlah,ayo bangunlah,pukuli aku lagi ayah,aku mohon!”
Ingin rasanya kembali menatap bola mata ayah. Kini aku tak dapat lagi
menyebutnya seseorang yang cerewet . Tak dapat lagi dan berkali-kali pun
aku berkata tak dapat lagi.
Aku tahu ini salahku. Salah
manusia bodoh yang terbawa arus buruk,jalanan kasar yang menurutku
beraspal,atau ilusi hampa,atau barangkali sebuah utopia yang tidak
pernah menemukan akhir kapan akan berakhir. Aku malah malu pada diriku
yang terlalu lemah,terbawa pada arus penyesalan sesaat,kini apa? Tak
akan pernah ada jalan kembali.Waktu yang irreversibel tak bisa di ajak
kompromi.
Tungkai patah,dengan wajah penuh darah penuh nanah.
Rumah sakit bayangkara 12 . Ayahku diletakkan pada sebuah kasur beroda
ntah apalah namanya. Tubuhnya seakan remuk oleh sebuah truk cepat. Ayah
mencariku. Telah 2 minggu ini aku kabur dari rumah akibat telah bosan
dengan semua yang dirumah. Aku akui aku bosan dengan ayah yang
merepet,ibu yang menyalahkan ku karna selalu pulang telat ataupun adik
ku yang paling tua yang mengatakanku sebagai orang tak tahu diri.Aku
akui aku terlalu naif sebelumnya.
“Bukankah kehidupan ini
seperti roda yang berputar Lani,mengapa kau sesali?Tuhan itu adil,adil
seadil adilnya,tak pantas kau mengatakan Tuhan seakan membenci kita”kata
ayah berang,matanya memerah,agamanya seakan dilecehkan.
“Tapi
,mengapa kita selalu hidup begini,mengapa di luar sana orang bebas
berpesta seakan kehidupan ini tak ada akhirnya lagi,mengapa ayah
mengapa?
“Tak perlu kau tanyakan mengapa,ayah mohon
bertobatlah ,Nak”Ayah menarik nafas tanda tak ingin mengomel lagi. Aku
tahu dia ingin aku menyadarinya.
Nasehat akhir yang menurut ku
penutup usia. Benar itu nasehat terakhir yang terucap pada malam itu.
Setelah itu tengah malamnya aku kabur ke rumah teman dekatku . Teman
kuliah ku yang tinggal di kos-kosan .
Namanya Anjani
Hasibuan,asli batak Tapanuli. Logatnya tentu saja tak medok seperti
orang jawa yang biasanya bahasa yang paling ku kenali. Mulanya satu,dua
hari sampai tiga hari aku merasa enjoy saja bersama dengan Anjani. Dia
tinggal jauh dari orang tuanya. Sengaja merantau untuk meneruskan
pendidikan.
Sebelumnya aku berfikir mungkin inilah yang dinamakan
dengan hidup. Bebas sebebasnya.Mungkin sebebas burung yang terbang di
angkasa luas,tak ada omelan,tak ada gerutuan yang hanya ada suka tanpa
duka. Bahkan aku sengaja bolos dari kuliah agar anggota keluargaku tak
mengetahui jejakku. Terpaksa pula aku memberi pesan agar Anjani bungkam
akan keberadaanku.
Hari hari yang kuanggap bewarna,tapi
sebenarnya hanya ilusi kosong seperti fatamorgana. Seperti aurora di
musim dingin yang meliuk hanya malam hari menuju pagi. Indah untuk
pertama kali aku dapat merasakan indahnya berbagi .Dia tahu kalau aku
bukanlah orang yang berduit. Dia baik selalu mau mentraktirku makan atau
sekedar membayarkanku ongkos angkutan umum jikalau ada keperluan
mendadak yang mengharuskanku untuk keluar.
Orang bijak berkata
takkan ada yang abadi ,abadi itu adalah khalik sedangkan musnah itu
adalah insan. Satu ungkapan yang menjadi batu cambukan setelah hari ke
13,satu hari sebelum hatiku luluh. Keras hatiku,bahkan kepala seperti
batu punyaku di benturkan pada bola es yang seperti lembut ternyata
lebih keras dari pada batu.Fakta pertama,Anjani seseorang pecandu
narkoba yang baru ku ketahui. Aku menemukanya sakaw di kos-kosanya
tempat kami tinggal. Sebenarnya hal ini telah kucurigai pada hari ke 10
saat ku temukan jarum suntik terselip pada sarung bantal saat ingin
bersih bersih. Ku tanyakan. Mukanya merah padam. Aku curiga,tapi dengan
santai dia berkata”Oh,kau tak perlu cemas lah,ini milik mahasiswa
kedokteran ,waktu itu ketinggalan di kos-kosan ini”
Kecurigaan
ku redup seperti api yang di siram dengan air. Ku lepaskan curiga. Aku
biarkan Anjani bertindak seperti biasanya. Tak pernah ku tanyakan apapun
tentang kecurigaanku. Aku diam dan hanya bertindak seperti biasanya.
Hari ke 13 anjani kritis seperti orang kena epilepsi berat. Tubuhnya
menggigil. Giginya bergertak seperti orang yang hipotermia. Sebenarnya
aku panik tentang apa penyakitnya ini .Untungnya terlintas di benakku
walau hanya sesaat tentang jarum suntik itu. Aku yakin ini putaw.
Sejenis zat narkotika penyebab kecanduan beresiko tingkat tinggi,perusak
sistem saraf pusat,membuat ilusi tapi biasanya digunakan pada operasi.
Bahasa kerennya heroin biang paranoid.
Anjani tetap menggigil.
Aku kalang kabut. Aku mengompresnya dan meminumkannya air putih dan
bertindak dengan ilmu penolak racun putaw yang selama ini kuketahui.
Syukurlah dia tak lagi menggigil. Aku lega. Telah 1 jam ini aku bolak
balik,mondar mandir,buka tutup kulkas,lidahku patah-patah berkomunikasi
dengan orang sakit saraf tapi kata-katanya susah ku pahami. Tapi
alhamdulilah,sakaw berakhir. Aku menarik nafas lega.
Besok
pagi nya aku terpaksa membawa tas ranselku dan memasukkan baju baju
kedalam semuanya. Kukemasi cepat-cepat. Aku tidak mau membangunkan
Anjani yang masih terlelap. Aku pergi dengan meninggalkan sepucuk surat
padanya.
Anjani,maaf aku pergi dulu.Sebenarnya aku tidak
bisa meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini. Tapi aku sadar aku rindu
ayah, rindu ibu juga adikku yang masih kecil kecil.Tapi ada satu pesanku
hiduplah tanpa barang haram itu.Ku mohon kau sadar.Satu kata
terimakasihku, kau adalah penerangku meskipun terlihat gelap.Kau yang
menyadarku kalau aku butuh omelan agar ku tak tersesat terlalu jauh.
Salam
Aku yang selalu merindukanmu
{Lani Anastasia)
Sepucuk surat bertulis tangan ,tulisan rangkai tegak bersambung. Tanda
aku kabur. Kalau dianggap tak bertanggung jawab,itu benar. Aku salah
dan merasa bersalah.
Hari ke 14 ,hari kabur dari masalah,hari
tersadar,tapi terlambat. Inilah akhirnya aku tahu ada seseorang
mengejarku dari belakang,memanggil namaku,orang yang menciptakan namaku
katanya tujuh hari tujuh malam sebelum kelahiranku sebagai anak pertama.
Manusia pertama yang melafaskan iqamat ke telingaku. Manusia pertama
yang bercerita dongeng bulan dan bintang yang bisa berbicara padahal
waktu itu aku belum bisa membaca. Dan juga manusia pertama yang
mengajarkanku tentang pedihnya kehidupan tapi utangku adalah aku tidak
pernah paham akan itu.
Aku menoleh pada orang itu yang persis
berseberangan jalan yang lebarnya 10 meter 2 jalur. Air mukaku remuk
redam,seperti terharu tapi membisu. Ku pandangi ayah melambai
padaku.Mataku berkaca-kaca. Dua minggu seakan ada orde baru pada hidupku
yang membawaku pada kehidupan yang lain dan membuatku rindu pada
kehidupan sebelumnya.Aku berlari mendekati ayah di seberang jalan.
Ayah mendekat. Dia seakan tahu isyarat. Berlarilah kakinya yang
rapuh,badanya yang tua,air mukanya keriput,rambutnya yang tak hitam lagi
menuju badan jalan. Ku lihat ayah berlari cepat ,dia seakan hanya
tertuju padaku. Aku rasa inginya hanya untukku. Untukku Lani Anastasia.
Satu pandanganya,satu langkah pastinya,demi aku anaknya.
Truk
tua reot berlari kencang. Ayah melambai mengejarku.Langkahnya seakan
capek menopang badanya yang kurus kering.Aku melambai pada ayah agar
berbalik.Aku mulai menyadari kedatangan truk yang umurnya sekitar
keluaran 50-an .Tapi ayah seakan tak mendengarkan kali ini isyaratku.
Ayah terbanting 5 meter menjauhi tepat saat truk berhenti. Kalau
ibaratnya hukum grafitasi Newton keliru hanya beberapa detik tapi
semuanya benar sesaat atau beberapa detik setelah itu.Benda di muka bumi
ini akan jatuh kebawah kecuali hantu yang katanya melayang layang pada
malam jum’at kliwon.Hal yang paling ku takuti pada waktu kecil.
Darah bersimbah,darah tua yang memakan asam garam kehidupan. Ku lihat
sopir keluar yang artinya masih ada kebaikan dijiwanya untuk tak tabrak
lari.Pedagang asongan,pedagangan kaki lima bulan bulanan pamong
praja,tukang cukur keliling,tukang parkir bahkan penjaga warnet di
seberangan jalan berhamburan keluar. Jalanan ramai,semua mata tertuju
pada orang yang disana sebagian besar tak kenal ayahku. Aku mengusap
mata,menggosok,bahkan menampar muka. Aku ingin ini tak terjadi Tuhan
biarlah saja kau cabut nyawaku saat aku mimpi ayah tadi malam.
Ini nyata,tak ada rekayasa.Orang yang tadi memanggilku dan melambaikan
tangannya kepadaku tadi itu benar. Aku terpaku di jalan kesepian di
tengah keramaian. Seperti orang bingung kehabisan akal. Ambulan
meraung-raung tapi tetap saja napasku terpaku. Aku membisu.
Setelah aku sadar setelah sekian lama seperti paku tertancap pada kayu
lapuk. Aku meronta menyadarkan diri,aku melangkah,mencari
informasi,mencari angkot,berlari kerumah sakit,bertanya pada
recepsionist lalu ke tempat ayahku berada.
Kamar mayat tak di
ragukan lagi . Tulisan berbingkai kesan mewah tapi bertulisan penuh aura
mistis,duka,bahkan tangis menjerit. Aku masuk ke dalam mencari jasad
ayahku. Ada 3 mayat terkapar korban kecelakaan hari ini. Aku bingung
yang mana itu.Tapi akhirnya ku menemukanya juga.
Kupandangi
ayah yang masih tersenyum. Kurasa dia sangat senang melihatku tadi.
Masih jelas raut muka yang keriput di siram rasa bahagia. Ku pandangi
dirinya kembali sebagai pekerja bangunan pada usianya yang lebih
setengah abad. Tangis ku terisak. Sekarang tangisku dalam arti tanda
bersalah yang ada di setiap nafasku. Akulah pembunuhnya . Pembuatnya
kekal dalam alam kubur sampai sangsakala israfil memecahkan telinga.Dan
inilah aku yang terjebak pada ketidakadaanya kesempatan kedua.Dan tak
pernah menyadari tentang detak jantung kehidupan.
Selesai
No comments:
Post a Comment